Renungan Harian HKBP | 14 Agustus 2023
Doa Pembuka: Allah Bapa yang bertakhta di dalam Kerajaan Surga, kami mengucap syukur buat hari yang baru dan nafas kehidupan yang telah Engkau berikan bagi kami. Kami akan mendengarkan firmanMu, pimpinlah hati dan pikiran kami dengan terang Roh Kudus-Mu, agar dapat menerima, memahami serta melaksanakan firmanMu. Dalam Kristus Yesus kami berdoa. Amin.
Nas Renungan: Lukas 16:10 “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.”
Teks ini merupakan bagian dari perumpamaan yang diajarkan Yesus tentang bendahara yang cerdik kepada para murid-Nya agar mereka bersikap bijaksana terhadap uang, harta kekayaan, dan hal-hal duniawi lainnya. Kisah berawal dengan seorang bendahara yang bertugas sebagai pengurus rumah tangga majikannya. Kata Yunani oikonomos adalah bendahara yang bukan sekedar mengurus uang, tetapi mengelola rumah maupun seluruh harta milik tuannya. Karena tidak tahu situasi operasional sehari-harinya secara langsung maka sang tuan memanggil si bendahara, memintannya untuk menyerahkan laporan pertanggungjawaban atas urusan yang telah dipercayakan kepadanya selama ini. Permintaan laporan pertanggungjawaban ini akan diberikan oleh tuannya kepada bendahara penerusnya. Yang menarik, bendahara tersebut tidak diberi kesempatan untuk membela diri dan tuannya langsung memberitahukan keputusannya untuk memecat bendahara tersebut. Bendahara tersebut tidak membela diri sehingga diamnya bendahara ini bisa dimaknai bahwa ia memang bersalah. Ia menyadari kesalahannya dan memilih diam menanggung akibatnya. Ia begitu terkejut sehingga tidak bisa berkata apa-apa, hanya diam saja.
Rencana pemecatannya menjadikan krisis sangat dekat di depan mata. Ungkapan “mencangkul aku tidak kuat, mengemis aku malu” menunjukkan bahwa bendahara tersebut menyadari satu-satunya keahlian yang dimilikinya adalah mengelola harta dan usaha tuannya. Dalam diamnya, bendahara tersebut melakukan monolog batin. Ia menanyakan apakah yang harus diperbuatnya untuk keluar dari krisis yang telah berada di depan mata. Berhadapan dengan masalah atau krisis yang muncul karena rencana pemecatan yang dilakukan oleh tuannya, bendahara tersebut harus berbuat sesuatu untuk keluar dari krisis tersebut. Aksi transformatif dimulai sejak bendahara tersebut menemukan ide tindakan apa yang harus diperbuatnya (Luk. 16:4), dan kemudian mengeksekusi ide tersebut dengan memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Kemudian ia menuliskan surat hutang baru dengan nominal yang lebih kecil (Luk. 16:5-7) dengan harapan dapat diterima di rumah mereka ketika ia dipecat nanti. Maka pernyataan “supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka” tidak hanya sekedar bermakna mencari tempat untuk tinggal saja tetapi juga berarti bendahara tersebut mencari pekerjaan yang menjadi sumber penghidupannya.
Dalam situasi kritis, orang sering panik dan menempuh jalan keluar yang salah. Tetapi tidak demikian dengan bendahara yang sedang menghadapi masalah akan dipecat dari kerjanya itu. Ia bersikap bijaksana dan cekatan mengatur siasat untuk mengatasi situasi krisisnya. Sebagaimana anak-anak dunia ia membaca keadaannya dengan jeli, lalu mencari akal dan bertindak sangat hati-hati agar tindakannya tidak memperburuk keadaan atau mencelakakan dirinya. Kebijaksanaan dan kecekatan seperti anak dunia itulah yang diharapkan dari para pengikut Kristus atau anak-anak terang dalam mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya. Anak dunia adalah orang yang berpola hidup sama dengan yang dianut masyarakat pada umumnya dan yang tidak peduli akan dimensi ilahi dari dunia ini. Sedangkan anak-anak terang mengacu pada sesuatu yang ilahi atau dunia yang akan datang. Mereka harus lihai dan jeli mengamati keadaan dalam terang iman, terutama keadaan yang mengancam keselamatan jiwa mereka.
Sebagaimana bendahara itu bijaksana dan cekatan mendapatkan sahabat untuk menjamin masa depan hidupnya, para pengikut Yesus pun harus bijaksana dan cekatan mencari sahabat yang kelak dapat membantunya. Mereka harus terus-menerus waspada agar jangan sampai terperangkap dalam ikatan yang mencelakakan. Maka, Yesus berkata, “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” Kata Aram Mamon berarti “uang, harta kekayaan, kedudukan dan segala hal duniawi yang dijadikan jaminan hidup.” Mamon itu tidak jujur karena menggodai orang untuk mengejar dan mendapatkannya atau menggodai orang untuk menjadi “hambanya” dan tidak lagi mengabdi kepada Allah. Padahal saat kematian tiba, uang, harta kekayaan dan kedudukan tidak bernilai sama sekali. Oleh karena itu, lebih baik kalau Mamon itu dipakai untuk mendapatkan sahabat yang dapat menghantar ke dalam kemah abadi di surga. Murid-murid Yesus diajak untuk memakai uang, harta milik, kedudukan dan hal-hal duniawi lainnya dengan bijaksana agar mereka berkenan di hati Allah dan sesamanya. Memang uang dan harta kekayaan yang diperoleh dengan cara tidak jujur untuk sementara waktu dapat menjamin hidup, tetapi semua itu tidak dapat dibawanya serta ketika orang meninggal dunia. Maka, para murid Yesus harus terus-menerus mencari dan memegang harta yang dapat menjamin dirinya bisa diterima dalam kediaman abadi Allah.
Para pengikut Yesus harus mengikat tali persahabatan dengan harta kekayaan, uang, kedudukan dan hal-hal duniawi lainnya secara bijaksana agar tidak diperbudak olehnya. Uang dan kekayaan tidak boleh dipakai sebagai sarana untuk memenuhi kepentingan pribadi saja, tetapi perlu dibagi kepada orang yang membutuhkan. Kalau orang melekat pada uang dan harta kekayaan secara mutlak dan tidak rela berbagi kepada sesama, ia telah menjadi tamak dan telah mendewakan Mamon sehingga menjauhkan diri dari Allah. Sebab seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan, kepada Allah dan kepada Mamon. Mereka harus mengabdi kepada Allah dengan sepenuh hati. Maka, di sinilah pentingnya kesetiaan. Orang setia adalah orang yang dapat diandalkan atau dipercaya. Para pengikut Yesus harus setia dan tidak meniru anak-anak dunia pada umumnya karena akan dipercayakan kepada mereka harta yang sesungguhnya atau harta surgawi, yaitu Kerajaan Allah.
Ukuran keberhasilan tidak ditentukan dari besarnya peran yang kita miliki, tetapi berdasarkan kesetiaan kita terhadap tanggung jawab itu. Allah selalu memberi kita berbagai tanggung jawab kecil dahulu untuk melihat apakah kita akan setia untuk memenuhi syarat untuk diberi berbagai tanggung jawab yang lebih besar dan suatu tingkat pelayanan yang lebih besar. Tatkala kita setia dalam berbagai hal yang kecil, maka Allah mengangkat kita lebih tinggi lagi dalam kerajaan-Nya. Selain bendahara yang cerdik, sosok Yusuf dan Daud juga setia dalam perkara yang kecil, sehingga Tuhan memberikan perkara yang besar.
Yusuf setia mengerjakan pekerjaannya sebagai budak sampai Potifar memberinya kuasa atas seluruh rumahnya (Kej. 39:1-6). Di penjara pun Yusuf setia melakukan perkara kecil sehingga kepala penjara mempercayakan semua tahanan kepadanya (Kej. 39:20-23). Akhirnya, Yusuf dilantik sebagai penguasa atas seluruh tanah Mesir (Kej. 41:41).
Daud, si bungsu yang tidak diperhitungkan oleh Isai, ayahnya, juga setia. Saat nabi Samuel mengundang ke upacara pengurbanan (1 Sam. 16:5), ayahnya menyuruh Daud menggembalakan kambing domba yang hanya dua tiga ekor (1 Sam. 16:11, 17:28). Akhirnya, Samuel mengurapi Daud di tengah saudara-saudaranya (1 Sam. 16:12-13).
Firman Tuhan pada hari ini mengingatkan kita untuk melakukan tugas dengan setia dan bertanggung jawab. Bila kita setia dalam perkara kecil, Dia akan mempercayakan perkara yang lebih besar lagi. Secara khusus bendahara cerdik yang mengurangi hutang dalam teks kita ini menunjukkan sikap yang telah setia yakni pada perkara majikannya, perkara dirinya sendiri maupun perkara orang lain. Dengan harta majikannya ia tidak merugikannya, dengan dirinya sendiri ia tidak jadi mengeruk keuntungan kelewat banyak, dan dengan orang lain ia mengurangi utang dan mengikat tali persahabatan. Setiap orang memiliki tanggung jawab masing-masing. Jika kita setia terhadap tanggung jawab yang dipercayakan kepada kita, Allah akan memberikan tanggung jawab yang lebih besar lagi. Amin.
Doa Penutup: Ya Tuhan Allah Bapa kami, terima kasih atas sapaan firmanMu hari ini, yang telah mengingatkan kami untuk setia dalam perkara-perkara kecil, agar Engkau akan mempercayakan perkara yang lebih besar lagi. Ajarlah kami untuk meneladani Engkau di dalam hidup kami dalam setiap perjalanan hidup kami. Dalam Kristus Yesus, kami berdoa. Amin.
CPdt. Senada Siallagan - Biro Personalia HKBP