Renungan Harian HKBP (Epistel) | 15 Oktober 2023
Shalom bagi kita semua! Pada kesempatan ini kita akan bersama merenungkan firman Tuhan yang diambil dari Keluaran 32:1-14. Untuk itu, marilah kita berdoa.
Doa Pembuka: Kami bersyukur untuk kemurahan Tuhan yang masih memberikan kesempatan untuk berefleksi dan merenungkan sebagian dari firmanMu. Curahkanlah hikmat dan kebijaksanaan agar pesan yang Engkau sampaikan ini bisa kami ejawantahkan dalam perjalanan kehidupan kami. Demi Kristus, Firman Yang Telah Menjadi Daging, kami berdoa. Amin.
Pembacaan Nats: Keluaran 32:1-14
1. Ketika bangsa itu melihat, bahwa Musa mengundur-undurkan turun dari gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: "Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir — kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia."
2. Lalu berkatalah Harun kepada mereka: "Tanggalkanlah anting-anting emas yang ada pada telinga isterimu, anakmu laki-laki dan perempuan, dan bawalah semuanya kepadaku."
3. Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan anting-anting emas yang ada pada telinga mereka dan membawanya kepada Harun.
4. Diterimanyalah itu dari tangan mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari padanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: "Hai Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!"
5. Ketika Harun melihat itu, didirikannyalah mezbah di depan anak lembu itu. Berserulah Harun, katanya: "Besok hari raya bagi TUHAN!"
6. Dan keesokan harinya pagi-pagi maka mereka mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan, sesudah itu duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria.
7. Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya.
8. Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir."
9. Lagi firman TUHAN kepada Musa: "Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk.
10. Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murka-Ku bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar."
11. Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: "Mengapakah, TUHAN, murka-Mu bangkit terhadap umat-Mu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat?
12. Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu.
13. Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hamba-Mu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diri-Mu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya."
14. Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya.
Topik: Umat Yang Masih Bermental Dijajah
Kita mungkin pernah menyaksikan adanya perilaku pengendara motor yang menggunakan peranti keselamatan seperti helm/sabuk pengaman ketika tahu akan berhadapan dengan aparat penegak hukum. Sebagian berpendapat bahwa perilaku demikian mencerminkan bahwa orang tersebut masih memiliki mental dijajah. Mengapa? karena mereka hanya mampu dan hanya ingin berperilaku baik ketika tahu ada yang mengawasi. Mereka beranggapan kalau berperilaku baik bukanlah sebuah kewajiban yang nantinya akan menguntungkan mereka. Sebaliknya, perilaku yang teratur dan baik hanya dilakukan untuk mengindari hukuman. Perilaku semacam ini bukan hanya bisa kita dapati pada konteks masa kini. Pada era Perjanjian Lama, perilaku demikian sudah bisa kita temukan. Salah satu buktinya terlihat dalam perikop yang menjadi bahan renungan kita hari ini.
Bacaan hari ini berkisah tentang bangsa Israel yang membuat sesembahan baru ketika mengetahui bahwa Musa, pemimpin mereka, tidak segera turun dari gunung Sinai, gunung yang menjadi lokasi Allah menurunkan dua loh batu berisi sepuluh titah. Yang membuat perikop ini menarik adalah dalam masa penantian Musa turun dari gunung Sinai, bangsa Israel memutuskan untuk membuat semacam sesembahan. Dikisahkan bahwa mereka mengumpulkan anting-anting dan emas yang mereka kenakan untuk dibuat menjadi sebuah lembu tuangan. Lebih parahnya, Harun mengatakan bahwa sesembahan yang baru itulah yang membebaskan bangsa Israel dari tanah Mesir. Sungguh perilaku yang buruk, bukan?
Bila kita lanjutkan pembacaan perikop ini hingga ke ayat 25, maka kita akan mendapati bahwa Musa menggambarkan perilaku bangsa Israel pada saat itu seperti kuda yang terlepas dari kandang. Penggunaan perumpamaan ini untuk menggambarkan betapa tidak teraturnya perilaku bangsa Israel ketika tidak dalam pengawasan Musa. Seperti yang sempat disinggung di awal, mentalitas demikian adalah mentalitas terjajah yang membuat penganutnya hanya bisa berperilaku baik ketika ada yang mengawasi.
Bacaan hari ini mengajak kita untuk berfleksi secara mendalam. Satu pertanyaan yang bisa menuntun kita adalah mampukah selama ini kita mengendalikan perilaku? Bila kita mampu berperilaku baik ketika dalam kondisi apapun tanpa terkecuali, maka kita sudah berhasil menjadi umat Allah yang baik. Sebaliknya, bila kita hanya berperilaku baik ketika sedang berada di hadapan bos atau pemimpin, kita patut curiga pada diri kita sendiri karena bisa jadi kita masih memiliki dan memelihara mentalitas terjajah tadi.
Iman yang dewasa dan matang lazimnya bisa dilihat dari perilaku seseorang. Memang benar bahwa keimanan tidak bisa ditakar dengan metode ilmiah. Namun, sama seperti kualitas satu pohon yang dinilai dari buah yang dihasilkan, keimanan yang dewasa dan matang juga bisa dilihat dari “buah” yang dihasilkan oleh pribadi tersebut. Bagaimana ia memperlakukan orang kecil di sekelilingnya, bagaimana ia menjaga lingkungan dan makhluk hidup di sekitarnya, dan seterusnya. Selain meminta orang lain untuk menilai kita, cara lain yang bisa kita tempuh untuk mengevaluasi keimanan kita adalah dengan berkontemplasi atau merenung.
Sebagai penutup, bacaan hari ini memang mengingatkan kita betapa pentingnya memiliki iman yang dewasa dan merdeka (tidak terjajah). Setiap kita mungkin memiliki pergumulan masing-masing yang membuat kita menjadi kesulitan untuk mencapai titik tersebut. Namun, perlu diingat bahwa kita perlu terus bergerak hingga kematangan dan kedewasan itu tercapai. Selain karena memang Allah sendiri yang memampukan kita untuk meraihnya, juga karena hanya melalui kedewasaan dan kematangan imanlah kita bisa menghasilkan “buah” yang baik seperti yang dikehendaki Allah. Tuhan terus menyertai kita. Amin.
Doa Penutup: Allah Sumber Hikmat dan Kebijaksanaan, kami bersyukur untuk sampaanMu kali ini yang baru saja kami renungkan. Kami bersyukur kalau kami masih diingatkan untuk memiliki kualitas iman yang terbaik. Yang memampukan kami untuk berlaku baik di semua kondisi. Yang memampukan kami untuk menjadi pribadi baik yang otentik. Tuntunlah kami untuk selalu melihatMu dalam keseharian kami salah satunya melalui orang-orang di sekitar kami. Sertailah kami agar kami bisa selalu menghasilkan buah yang baik untuk sesama kami dan seluruh ciptaanMu di dunia. Demi Kristus, kami berdoa. Amin.
Oleh: Cal. Pdt. Mikhael Sihotang, M.A.- Staf di Kantor Ephorus HKBP