Renungan Harian HKBP | 18 Juni 2023 (Epistel)
Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati
14. Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan. Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?
15. Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari,
16. dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?
17. Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.
Manusia adalah mahluk yang punya kemampuan untuk percaya baik percaya kepada objek iman yang benar mapun percaya kepada objek iman yang salah. Maka persoalannya bukan dalam kemampuan manusia, apakah bisa percaya atau tidak, tetapi persoalannya adalah bagaimana kita percaya pada objek iman yang benar, itu jauh lebih penting.
Dan inilah yang dilihat oleh Jakobus, ada 2 jenis manusia. Yang pertama orang yang kelihatannya sepertinya percaya Tuhan, tetapi sebenarnya tidak percaya Tuhan. Yang kedua, orang yang betul-betul percaya Tuhan Yesus, tetapi kesaksiannya tidak memiliki buah dan tidak dirasakan imannya terhadap orang lain.
Saudara/i, berbicara tentang kesaksian, itu tentu tidak lepas dari perkataan. Tetapi jika perkataan tidak disertai dengan perbuatan, maka pada hakekatnya perkataan itu adalah mati. Sebuah kesaksian melalui perkataan itu baik, namun bila kesaksian yang baik itu tidak disertai perbuatan dan tidak mencerminkan Tuhan, maka pada hakekatnya kesaksian itu tidak berguna. Yang kita butuhkan sebagai keluarga yang bersaksi, adalah kesaksian yang hidup. Kesaksian yang hidup adalah perkataan yang disertai dengan perbuatan. Kalau kita katakana Allah itu baik dan penuh pengampunan, tetapi kita tidak saling mengampuni, maka kesaksian kita itu adalah mati. Jadi yang dunia butuhkan bukan hanya berkata tetapi bertindak.
Dan sangat perlu kita sadari bersama, efek kesaksian yang mati, perkataan tidak sesuai dengan perbuatan, akibatnya sangat berbahaya. Yang pertama, menutup pintu kerajaan sorga. Ini dapat kita baca di Matius 23:13 dikatakan, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk”. Jadi sebetulnya, ketika perkataan dan perbuatan kita tidak bersesuaian, kita sedang menutup pintu kerajaan sorga.
Yang kedua, kalau kesaksian kita mati, maka kita menjadikan orang itu penghuni neraka. Ini dijelaskan di Matius 23:15 “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri”.
Dan di Matius 23:14 sangat tegas dikatakan orang yang berkata tetapi tidak bertindak “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat”.
Sebaliknya, efek dari kesaksian yang hidup adalah membuka pintu sorga bagi orang lain, menjadikan orang lain jadi penghuni sorga. Jadi penting sekali untuk melakukan apa yang dikatakan.
Orang yang bersaksi mati, akan suka membenarkan diri dihadapan orang (Lukas 16:15 “Lalu Ia berkata kepada mereka: "Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah”) dan fokus pada penghormatan manusia bukan Allah (Matius 25:5-7).
Tetapi orang yang sungguh percaya Yesus, akan terlihat dalam kehidupannya sehari-hari. Jadi kalau kita benar-benar percaya, iman kita harusnya dirasakan oleh orang lain, dari sikap kita, perkataan, perbuatan kita. Kalau kita tidak berbuat apa-apa, maka orang lain tidak akan merasakan iman kita. Yang dunia nantikan bukan hanya perkataan, tetapi dunia menantikan bukti. Amin
Pdt. Rostetty Lumbantobing, S.Th- Kabiro Ibadah Musik HKBP