Renungan Harian HKBP | 11 Juni 2023
IMAN YANG MENYELAMATKAN
Doa Pembuka: Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal, itulah yang memelihara hati dan pikiranmu, di dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Amin.
Syalom. Saudara-saudara yang terkasih dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Selamat hari Minggu, kiranya saudara semua dalam keadaan sehat dan penuh sukacita. Firman Tuhan bagi kita pada hari ini tertulis dalam Injil Matius 9: 18-26. Saya akan membacakannya bagi kita.
Sementara Yesus berbicara demikian kepada mereka, datanglah seorang kepala rumah ibadat, lalu menyembah Dia dan berkata: “Anakku perempuan baru saja meninggal, tetapi datanglah dan letakkanlah tangan-Mu diatasnya, maka ia akan hidup.”
Lalu Yesus pun bangunlah dan mengikuti orang itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya.
Pada waktu itu seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya.
Karena katanya dalam hati-Nya: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.”
Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau”. Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu.
Ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat itu dan melihat peniup-peniup seruling dan banyak orang ribut,
Berkatalah Ia: “Pergilah, karena anak ini tidak mati, tetapi tidur. Tetapi mereka menertawakan Dia.
Setelah orang banyak itu diusir, Yesus masuk dan memegang tangan anak itu, lalu bangkitlah anak itu.
Maka tersiarlah kabar tentang hal itu ke seluruh daerah itu.
Firman Tuhan pada hari ini memperlihatkan kepada kita dua kisah tentang iman yang menyelamatkan. Kisah pertama menceritakan tentang seorang kepala rumah ibadat yang menemui Yesus karena anak perempuannya meninggal. Kisah kedua yang terselip di tengah kisah pertama, menceritakan tentang seorang perempuan yang sakit pendarahan yang berupaya menyentuh jumbai jubah Yesus untuk beroleh kesembuhan.
Kedua kisah tersebut pada dasarnya memperlihatkan hal yang sama, yaitu iman yang aktif. Seorang kepala rumah ibadat di tengah situasi yang sudah tidak dapat lagi diatasinya, datang kepada Yesus. Matius menyebut bahwa anak perempuannya itu sudah meninggal, namun Markus 5 dan Lukas 8 yang memuat juga kisah ini menyebut bahwa anak itu sakit. Tampaknya kitab Matius ingin menekankan bahwa anak itu sudah dalam keadaan tidak tertolong lagi.
Kita bisa mengerti beratnya perasaan seorang ayah melihat anaknya dalam keadaan tidak tertolong seperti itu. Barangkali ada rasa sedih, panik, atau mungkin putus asa. Namun, kepala rumah ibadat itu memperlihatkan sikap yang berbeda. Ia justru meninggalkan anaknya yang sudah meninggal itu untuk menemui Yesus. Ia memiliki pengharapan yang besar bahwa Yesus mampu dan mau melakukan suatu mujizat yang bisa membuat anaknya hidup kembali. Ia mengatakan: “…tetapi datanglah dan letakkanlah tangan-Mu di atasnya, maka ia akan hidup”.
Saudara-saudara yang terkasih. Keyakinan kepala rumah ibadat itu tidak salah, karena kemudian dikatakan bahwa Yesus bangun dan mengikuti orang itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Ia menyampaikan pengharapannya yang besar bahwa Yesus akan berbuat sesuatu, agar anaknya hidup kembali. Imannya mendorong dia untuk berani berharap akan mujizat yang pernah dilakukan oleh Elia dan Elisa di masa lampau. Perbedaannya adalah bahwa bila Elia dan Elisa melakukan mujizat itu dengan lebih dahulu berdoa meminta kuasa dari Tuhan. Tetapi Yesus melakukan-Nya dengan kuasa yang sudah ada pada diri-Nya sendiri. Itu sebabnya, ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat, Yesus dengan segera mengatakan bahwa anak itu sedang tidur, dan bukannya sudah mati. Maka orang-orang yang ada di sana mentertawakan Yesus. Selanjutnya Yesus melakukan mujizat persis seperti harapan si kepala rumah ibadat. Yesus memegang tangan anak itu, dan anak itu bangkit.
Peristiwa kedua, perjumpaan Yesus dengan seorang perempuan yang sakit pendarahan. Ia betul-betul mengenal siapa dirinya di hadapan Tuhan. Menurut Imamat 15: 19, seorang perempuan yang mengeluarkan darah berada dalam keadaan najis. Ia tidak boleh untuk turut bersama-sama dalam persekutuan. Kemungkinan besar, hal inilah yang membuat ia tidak mau menyentuh Yesus. Ia ingin sembuh, tetapi untuk berbicara langsung dengan Yesus rasanya tidak mungkin, apalagi untuk bersentuhan dengan-Nya. Namun, imannya yang besar membuat perempuan itu tetap menaruh harapan bahwa ada sesuatu yang dapat ia peroleh dari Yesus untuk kesembuhannya. Karena itu dia memberanikan diri hanya untuk menyentuh jumbai jubah-Nya.
Ketika perempuan itu melakukannya, Yesus merespons dengan berpaling kepada perempuan itu. Barangkali dengan keadaannya saat itu, perempuan itu akan merasa takut, bahwa Yesus tahu apa yang dia telah perbuat. Namun, respons yang di tunjukkan oleh Yesus barangkali adalah sesuatu yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Perempuan itu menerima sesuatu yang lebih dari pengharapannya. Yesus merespons tindakan perempuan itu dengan memberikan peneguhan kepadanya. Kesembuhan dan peneguhan diperoleh oleh perempuan itu, oleh karena imannya.
Saudara-saudara yang terkasih, kedua kisah itu memperlihatkan betapa besarnya dampak dari iman yang aktif. Ketika kepala rumah ibadat dan perempuan yang sakit pendarahan itu sedang menghadapi pergumulannya masing-masing. Di saat mereka tahu bahwa tak ada pertolongan lain bagi mereka, iman mereka mendorong untuk menaruh harapan kepada Yesus. Dan yang terutama adalah mereka mengerjakan apa yang mereka imani dengan datang kepada Yesus. Iman yang seperti inilah yang harusnya ada di dalam setiap orang yang mengikut Kristus.
Iman yang ada pada kepala rumah ibadat dan perempuan yang sakit pendarahan itu, barangkali bisa dianggap sebagai iman yang mengesampingkan rasionalitas, irrational faith. Dan memang dalam beberapa hal, iman tak selalu sejalan dengan akal atau rasionalitas manusia. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan dalam Ibrani 11:1, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Karena dorongan imannyalah maka kepala rumah ibadat itu meminta Yesus melihat anaknya yang sudah meninggal itu, dan karena imannya ia berharap bahwa Yesus akan menghidupkan anak itu. Dan iman itu juga yang akhirnya memperlihatkan apa yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Hal yang sama dengan perempuan yang sakit pendarahan itu. Imannya mendorong ia mendekati Yesus, sekalipun ia sadar bahwa ia dalam keadaan najis, dan tidak layak untuk berada di sekitar Yesus. Imannya yang menumbuhkan pengharapan, bahwa sekalipun ia hanya menyentuh jumbai jubah Yesus, maka ia akan sembuh. Iman itu jugalah yang membawanya menerima lebih dari apa yang diharapkannya, yaitu kesembuhan dan peneguhan.
Pengalaman iman yang dialami kedua tokoh dalam narasi ini memperlihatkan bahwa iman itu begitu besar kuasanya. Dan dia tak selalu sejalan dengan logika berpikir manusia. Namun bagaimanapun juga, iman itu tetap harus dimiliki, dan dihidupi. Kita tetap membutuhkan hikmat dari Tuhan agar kita dapat melakukan apa yang kita imani, agar iman kita menjadi iman yang aktif. Seandainya iman kedua tokoh itu, bukanlah iman yang aktif, barangkali mereka tidak akan datang kepada Yesus, dan akhirnya tidak mendapatkan apa yang mereka harapkan dalam iman mereka. Ini berarti bahwa apa yang kita imani juga harus diwujudnyatakan dalam perbuatan. Dan iman itu sendiri akan mendorong kita untuk melakukan apa yang kita imani itu.
Yang banyak terjadi adalah bahwa orang abaikan atau tidak mau mendengarkan dorongan imannya untuk melakukan sesuatu. Mungkin karena takut dan ragu, atau lebih mengandalkan pemikiran sehingga cepat-cepat mengatakan, ah…itu tidak mungkin. Akhirnya kita tidak beroleh apapun yang kita harapkan. Karena itu kita belajar dari kedua tokoh yang menemui Yesus itu, mereka memberanikan diri dengan dorongan imannya. Dan dari kedua kisah itu kita tahu bahwa Tuhan yang Mahapengasih itu memberikan apa yang kita imani sesuai dengan kehendak-Nya yaitu rancangan damai sejahtera bagi kita.
Doa Penutup: Terima kasih ya Tuhan untuk penyertaanmu dalam kehidupan kami hari ini. Kami bersyukur untuk hari baru yang engkau berikan bagi kami, terlebih pada hari ini engkau memanggil kami untuk beribadah kepadaMu. Firman-Mu yang telah kami dengarkan, kiranya memenuhi hati dan pikiran kami. Berikanlah kepada kami iman yang teguh sebagaimana kepala rumah ibadat dan perempuan yang sakit yang datang kepada-Mu melalui Anak-Mu Tuhan Yesus Kristus. Mereka oleh karena imannya datang meminta kepada-Mu dan Engkau memberikan apa yang mereka harapkan. Kiranya Tuhan juga memberikan kepada kami apa yang menjadi kerinduan kami masing-masing, dalam kehidupan pribadi kami, kehidupan keluarga, di tempat kerja, ataupun dalam persekutuan di jemaat-Mu. Kami sampaikan segala harapan kami dalam iman, bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi kami. Ajarlah kami untuk mau menghidupi iman kami agar kami mau digerakkan oleh iman kami untuk melakukan segala sesuatu yang seturut kehendakMu. Ampunilah dosa dan pelanggaran kami agar kami layak disebut sebagai anak-anak Tuhan. Terimalah doa kami ini.
Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah namamu, datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya, dan ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat. Kerena Engkaulah yang empunya kerajaan, dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin
Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau, Tuhan menyinari engkau dengan wajahnya dan memberi engkau kasih karunia, Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. Amin.
Pdt. Samuel D. Sigalingging- Ka.Bag Adm. Departemen Koinonia HKBP