Renungan Harian HKBP | 3 Oktober 2023

Shalom Bapak, Ibu, yang terkasih dalam Kristus Yesus, para pendengar renungan Marturia HKBP, dimana pun anda berada semoga dalam keadaan sehat selalu, sebelum kita mendengarkan firman Tuhan pada hari Selasa 3 Oktober 2023, sebagaimana dalam almanak HKBP, marilah kita saat teduh sejenak dan berdoa. Kita berdoa!

Doa Pembuka: Segala Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat-Mu ya Tuhan, atas rahmatMu yang tetap mengiringi kehidupan kami. Sebentar lagi Tuhan kami akan mendengarkan firmanMu, yang disampaikan oleh hambaMu untuk bekal rohani kami, agar firman-Mu menerangi setiap pekerjaan dan kehidupan kami, sehingga menjadi berkat bagi banyak orang. Berkati dan persiapkan hati dan pikiran kami ya Tuhan, agar FirmanMu dapat tetap tinggal dan berbuah didalam hati kami. Didalam nama anakMu Tuhan Yesus Kristus Tuhan kami, kami berdoa dan mengucap syukur. Amin

Renungan: Firman Tuhan pada hari ini tertulis dalam Yakobus 1:26 “Jikalau ada seseorang menganggap dirinya beribadah tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri maka sia-sialah ibadahnya”. Demikian firman Tuhan

Bapak Ibu yang terkasih dalam Yesus kristus, dosa lidah tampaknya merupakan yang paling berat pada masa itu, sehingga Yakobus menuliskannya hampir diseluruh pasal ini. Maraknya hoax yang tidak terkendali yang ditujukan kepada orang Kristen bahkan bisa jadi dari ornag Kristen itu sendiri. Saling menghakimi dengan membicarakan kelemahan dan menghina keyakinan orang lain daripada melihat kesalahannya sendiri. Sehingga Yakobus ingin menekankan pada kita hakekat ibadah yang sejati dan ibadah yang palsu. Ibadah sejati adalah iman yang diikuti dengan perbuatan (Yak 2:26). Sedangkan ibadah yang palsu adalah iman tanpa perbuatan dimana keimanan seseorang tidak sejalan dengan perbuatannya. Seperti seorang yang rajin beribadah tetapi tidak menjaga lidahnya. Dengan lidahnya dia memuji Tuhan juga menyampaikan aneka perasaan hati dan pikirannya, tetapi dengan lidahnya pula ia memfitnah dan menghina atau membunuh karakter orang. Jadi lidah adalah salah satu ukuran keimanan seseorang yang dapat dilihat oleh orang lain sebagai kesaksian cara hidup orang Kristen. Kita hidup bermasyarakat oleh karena itu kita juga harus menunjukkan moral dan etika sebagai orang Kristen yang menggunakan lidahnya dengan bijak. Sehingga ia disebut sebagai orang Kristen yang ‘sempurna’. Tetapi Yakobus juga mengingatkan kita bahwa Iman atau ibadah yang sejati tidak cukup hanya dengan menjaga perkataan tetapi juga harus dengan perbuatan atau tindakan nyata. 

Kita tidak boleh beralasan bahwa “aku kan masih manusia yang bisa salah” atau “ups keceplosan”. Atau ikut menyebarluaskan berita yang walaupun benar tidak ada untungnya untuk kita kalau kita sebarkan. Mengapa beberapa dari kita sangat sulit untuk mengontrol lidahnya sendiri walaupun lidah ini sangat kecil? Karena ia tidak bertekun untuk mengendalikan lidahnya. Ini berarti mengendalikan lidah hanya akan didapat apabila kita berusaha melatih diri dengan cara cepat mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata (Yak 1:19). Mulailah untuk mengendalikannya bapak ibu. Karena tidak mungkin air tawar dan air asin keluar dari mata air yang sama. Lidah kita pun demikian harus memilih menjadi lidah yang baik atau lidah yang jahat. Jangan sampai lidah yang kecil itu pada akhirnya justru akan mengendalikan kita. Oleh karena itu marilah kita memohon lidah seorang murid seperti Yesaya 50:4 yang memohon lidah yang dapat memberi semangat kepada yang letih lesu.

Terakhir Yakobus juga mengingatkan kita bahwa sekalipun seseorang menyakiti kita dengan lidahnya berbahagialah jika kita tidak sama seperti dia dan tidak berniat untuk membalasnya dengan cara yang serupa. Melainkan memilih untuk tetap diam atau membicarakannya secara elegan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Marthin Luther “kalau aku ingin menjaga lidahku tetap sehat, aku harus membatasi diri dengan lebih banyak diam dari pada bicara. Diam adalah emas, tetapi berbicara adalah perak dan sebelum perak, diam adalah lebih baik”. Sebaiknya ucapan yang keluar dari mulut kita dalah berkat, doa, ucapan positif yang membangun dan saling menguatkan, dan bukan kutuk. Bukan pula ajaran yang palsu atau menjerumuskan teman ke dosa. 

Ada sebuah ilustrasi yang saya kutip dari internet, Seorang dokter dengan berlari terburu-buru memasuki Rumah Sakit karena menerima panggilan darurat untuk melakukan operasi. Dia menjawab panggilan itu secepatnya, mengganti dengan baju operasi dan langsung menuju ruang operasi. Di ruang tunggu, dia berpapasan dengan ayah sang anak yang sudah mondar-mandir dari tadi menunggu kedatangan dokter. Ayah anak itu sangat gelisah bercampur gusar dan marah karena merasa bahwa tindakan medis kepada anaknya sangat lambat. Ketika melihat dokter tersebut, si ayah berbicara dengan suara keras dan membentak: "Kenapa lama sekali datangnya? Apa anda tidak tahu kalau nyawa anak saya dalam bahaya? Anda ini seorang dokter tapi tidak punya rasa tanggung jawab atas profesi anda!". Dokter itu hanya tersenyum dan menjawab: "Maafkan saya, tadi saya tidak ada di rumah sakit ini dan saya datang secepatnya setelah menerima panggilan darurat; dan sekarang saya mohon, bapak tenang dulu agar saya bisa melakukan tugas saya". Mendengar jawaban dokter tersebut, emosi sang ayah semakin memuncak: "Tenang....tenang? Bagaimana jika anak itu adalah anak dokter? Apakah dokter bisa tenang? Jika anak itu lambat ditangani lalu ia meninggal, apakah dokter bisa tenang?". Sang dokter tidak panjang lebar lagi berbicara, dan ia langsung melakukan tindakan operasi. Operasi berlangsung beberapa jam dan dokter itu keluar dengan wajah yang ceria: "Syukur pada Tuhan, anak anda selamat. Kalau ada yang mau ditanyakan tentang kondisi anak anda, tanyakan saja langsung sama suster yang menjaganya". Akhirnya si dokter tersebut terus saja berjalan dan bergegas meninggalkan rumah sakit tersebut. Ayah dari anak yang sakit itu memanggil suster lalu berkata: "Kenapa dokter itu sombong sekali? Bahkan dia tidak memberi kesempatan kepada saya untuk menanyakan tentang keadaan anak saya? Apa sih jabatan beliau di rumah sakit ini?". Mendengar keluhan dan omelan si ayah anak yang sakit itu, suster menjawab dengan nada sedih dan berurai airmata. Suster menyampaikan kondisi yang sedang dihadapi sang dokter tadi: "Maaf pak! Sesungguhnya ini berat saya sampaikan kepada bapak. Dokter tadi sedang mengalami dukacita. Anaknya kemarin mengalami kecelakaan dan nyawanya tidak bisa tertolong. Beliau sedang berada di pemakaman ketika kami memanggilnya untuk melakukan tindakan operasi terhadap anak bapak. Dan sekarang, setelah menyelamatkan anak bapak, beliau harus buru-buru lagi untuk kembali ke pemakaman anaknya". Mendengar penuturan suster tersebut, sang ayah anak yang sakit itu langsung tertunduk malu. Ia merasa berdosa atas semua ucapan dan tindakannya yang baru lalu. Semoga kita tidak pernah memiliki pengalaman yang serupa yakni terburu buru menghakimi, dan selamat menjaga lidah kita masing-masing.

Doa Penutup: Bapa di dalam sorga, terima kasih untuk firman-Mu yang sudah kami dengarkan, untuk itu Tuhan ajari kami untuk menjaga lidah dengan perkataan yang membangun. Tuhan tidak lupa kami berdoa untuk seluruh jemaat Kristen juga jemaat HKBP dimanapun dalam situasi apapun, Tuhan kiranya memberikan kekuatan, kesehatan, rejeki kepada mereka. Juga seluruh hambaMu yang terus menyampaikan FirmanMu, Pendeta, Guru Huria, Diak, Bibelvrow, Evangelis, juga Sintua berikanlah kesehatan dan segala kerinduan mereka agar dapat terus menyampaikan firmanMu kapanpun. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami sudah berdoa dan mengucap syukur.

Kasih Karunia dari Tuhan kita Yesus Kristus dan Cinta kasih dari Allah Bapa dan persekutuan dengan roh Kudus kiranya menyertai saudara/i sekalian hari sampai selama-lamanya. Amin

Pdt. Mikha Uli Simanungkalit S.Si Teol – (Pendeta Fungsional Biro Urusan Dana Pensiun HKBP) 

Pustaka Digital