Renungan Harian HKBP | 18 Februari 2023
Selamat pagi Bapak, Ibu saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus. Semoga Bapak, Ibu saudara-saudara dalam keadaan sehat-sehat, dan penuh sukacita pada akhir pekan saat ini. Sewajarnyalah kita harus bersyukur kepada Tuhan yang telah menyertai kita dalam segala tugas-tugas kita selama satu minggu ini. Untuk itu, marilah kita berdoa mengucapkan syukur kepada Tuhan yang mengasihi kita!
Doa Pembuka: Ya, Tuhan Allah! Engkaulah Allah yang kekal dahulu, sekarang dan sampai pada akhir segala zaman. Engkau Allah yang tidak ber-awal dan tidak ber-akhir. Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya. KepadaMulah kami menyembah dan percaya. Tuntunlah kami kedalam segala jalan kebenaranMu ya Tuhan, sebagaimana Engkau telah menuntun kami dalam segala aktivitas kami satu minggu ini. BersamaMu kami akan melangkah, dengan firmanMu kami akan dikuatkan dan Roh kudus akan mengarahkan kami ke dalam segala jalan kebenaranMu. Berfirmanlah ya Tuhan, kami akan mendengarkannya. Amin!.
Bapak, Ibu saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus! Marilah mendengar Firman Tuhan untuk hari ini, Sabtu, 18 Pebruari 2023, yang tertulis pada Kitab Mika 6: 8 “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati dihadapan Allahmu?”
“Laksanakan amanat Tuhan, jangan menyesal di kemudian”
Ada falsafah atau philosophy Bangso Batak yang mengatakan demikian: “Tinallik bulung sihupi, pinarsaong bulung siala. Unang sumolsol dipudi; ndada sipaingot na so ada. Sihupi adalah tumbuh-tumbuhan yang berdaun jarum, sementara daun siala atau sihala lebih lebar dari daun sihupi. Jika dipilihkan kepada kita untuk digunakan sebagai pelindung kepala dari hujan, tentunya kita lebih tepat memilih daun siala, karena daunnya lebih lebar dari daun sihupi. Demikian halnya dalam hidup ini, perlu ada pertimbangan dan kita harus memilih yang lebih tepat agar tidak menyesal di kemudian hari. Sebelum kita tiba pada suatu resiko buruk, sebenarnya sudah ada warning sebelumnya. Ada hal yang harus dipertimbangkan sebelum jauh melangkah ke depan. Peringatan awal sudah ada, namun manusia sering mengabaikannya. Di kemudian hari, akhirnya mengalami resiko, menyesal tak akan berguna lagi. Itulah yang dimaksud falsafah tadi.
Ke dua, selaku hubungan Orang tua kepada anak; tak ada seorang pun Orang tua yang menghendaki kehancuran atau kegagalan anak-anaknya. Sehingga Orang tua sejak dini telah menasehati dan mengarahkan anaknya berkali-kali untuk hidup yang lebih baik. Namun sang anak memilih jalan lain, yang membawa hidupnya kedalam kesusahan. Akhirnya Orang tua tersebut mengatakan: “Hutogu ho tu halangulu, alai ditodo ho do tu talaga” Sang Orang tua menuntun anak-anaknya kedalam hidup yang cerah, terhormat dan dihormati, namun si anak memilih jalan lain. Betapa sedihnya si Orang tua tersebut.
Pada nats ini, nabi Mikha menyampaikan peringatan dan ancaman hukuman dari Tuhan kepada umat Israel dan Yehuda akibat penyelewengan mereka dari jalan yang benar, mereka meninggalkan jalan Tuhan. Mereka memilih berbuat dosa dan kejahatan, perlakuan kejam terhadap orang miskin. Mereka dengan sesukanya merampas dan menindas orang miskin dan memeras sesamanya. Tidak hanya itu, tetapi mereka melakukan pencurian dan juga penyembahan berhala, kekerasan, pembunuhan dan dusta. Dan masih banyak lagi dosa mereka yang membuat murka Tuhan atas mereka. Suatu bangsa atau pribadi penyembah berhala, tentunya telah meninggalkan Tuhan. Seseorang yang telah meninggalkan Tuhan, hidupnya tidak akan terkontrol lagi, anarkis dan tidak peduli dengan keadilan dan kebenaran. Inilah fenomena umat Israel dan Yehuda saat itu. Bukan tidak diingatkan dan ditegur selama ini. Berkali-kali mereka telah ditegur dengan kehadiran nabi Mikha di tengah-tengah mereka. Setiap hari nabi Mikha selama 55 tahun tak henti-henti menyuarakan teguran Tuhan agar bangsa itu kembali ke jalan yang benar. Tuhan sekian lama menanti pertobatan mereka, namun mereka tidak mengindahkan firman Tuhan, justru mereka berpaling dari jalan yang benar, mereka memilih kelaliman dan kefasikan.
Wajarlah Tuhan mengatakan kepada mereka: "Umat-Ku, apakah yang telah Kulakukan kepadamu? Dengan apakah engkau telah Kulelahkan? Jawablah Aku! Sebab Aku telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir dan telah membebaskan engkau dari rumah perbudakan dan telah mengutus Musa dan Harun dan Miryam sebagai penganjurmu (ay. 3 – 4).
Tuhan ‘tak pernah meninggalkan umatNya, dan ‘tak pernah menahan kebaikanNya untuk umatNya. Justru Tuhan telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, membebaskan mereka dari perbudakan. Seperti halnya falsafah Bangso Batak yang tadi: Hutogu ho tu halangulu, alai ditodo ho do tu talaga”. Tuhan telah menuntun mereka kedalam hidup yang sejahtera dan mengutus Musa, Harun dan Miryam untuk mengingatkan mereka, tetapi mereka menolak semua itu.
Mikha dengan keras mengkritik para pejabat bangsa itu yang bersikap tidak adil yang sudah menyusahkan masyarakatnya sendiri. Kritik Mikha sangat keras:” Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati dihadapan Allahmu?”.
Sekarang Tuhan kembali menegur mereka dan mempertegas apa yang Tuhan kehendaki yang seharusnya mereka perbuat, yakni: “Berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup rendah hati” Dengan ke tiga cara hidup yang Tuhan kehendaki dari mereka akan mendatangkan berkat bagi bangsa itu. Tetapi jika tidak demikian, mereka akan sengsara selamanya. Hanya dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun, walau ribuan domba jantan, puluhan ribu curahan minyak dan mempersembahkan anak sulung kepada Tuhan untuk menebus pelanggarannya, hal itu ‘takkan mengubahkan hati Tuhan. Tetapi yang Tuhan harapkan dari mereka adalah, perilaku adil, setia dan hidup dengan rendah hati. Inilah yang menjadi tanggungjawab semua manusia, yakni: berlaku adil terhadap semua. Dimulai dari keluarga, lembaga, organisasi pemerintah, pejabat harus berlaku adil. Mengapa? Karena Tuhan sungguh bertindak adil kepada seluruh ciptaanNya. Keadilan akan mendatangkan kedamaian dan sebaliknya, kecurangan akan mendatangkan kekacauan. Menurut KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia; Keadilan adalah menjaga hak-hak orang lain. Memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Keadilan merupakan suatu ukuran keabsahan suatu tatatanan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara.
Oleh karena itu, Bapak, Ibu Saudara-saudara, marilah kita berlaku adil terhadap semua orang tanpa memandang bulu dan rupa. Memberikan apa yang menjadi hak dan kewajiban secara adil disertai rasa tanggungjawab. Mencintai kesetiaan, marilah kita setia kepada Tuhan, setia melakukan firmanNya, melakukan kehendakNya. Apa yang diinginkan Tuhan dari kita adalah berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah. Kita harus menyadari bahwa hidup ini bukanlah hak, tetapi hidup ini adalah anugerah dari Tuhan. Oleh karena itu kita harus memiliki rasa kesabaran, rendah hati dan bukan kesombongan. Diberkatilah orang yang hidup dalam keadilan, kesetiaan dan rendah hati. Amin.
Doa Penutup: Terima kasih Bapa atas firmanMu pagi ini yang menyegarkan dan sekaligus menegor hati kami, mengingatkan seluruh umat manusia agar senantiasa berlaku adil terhadap semua orang. Agar kami tau menjaga hak-hak orang lain, memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya. Ya Tuhan, ajarlah kami untuk tetap setia melaksanakan kehendakMu, setia terhadap perintahMu dan rendah hati dihadapanMu. Ya Tuhan, tolonglah kami dalam setiap pergumulan kami. Cukupkanalah kami dengan kasihMu agar kami tidak jatuh kepada kesombongan dan kecurangan, tetapi biarlah kami tetap bersyukur dalam kerendahan. Amin.
Gr. Abdul Rachman Sitorus- Waka Biro Ibadah Musik HKBP