Focus Group Discussion (FGD) Mendorong Pemahaman tentang Kesehatan Reproduksi dan HIV di Gereja HKBP
Pematang Siantar, 14 September 2023 - Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung selama lima jam di Aula PA Elim Pematang Siantar pada tanggal 14 September 2023 telah menjadi ruang penting bagi gereja HKBP untuk mendorong pemahaman dan kesadaran tentang kesehatan reproduksi serta penyakit menular, khususnya HIV.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah peserta penting, termasuk Kepala Departemen Diakonia HKBP, Praeses HKBP, Ketua Komisi Teologi HKBP, perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Biro Smirna HKBP, Biro Perempuan HKBP, serta berbagai unit yang terkait dengan Departemen Diakonia HKBP. Selain itu, HKBP AIDS Ministry dan anggota komunitas ODHIV juga turut serta dalam diskusi.
Sebelum kegiatan dilaksanakan, Pdt, Jhoni Sihite (Kepala Biro Pengmas HKBP) memimpin ibadah. Usai kegiatan tersebut Pdt. Debora Purada Sinaga, M.Th (Kepala Departemen Diakonia HKBP) membuka kegiatan dalam menyampaikan kata sambutan. Dalam sambutanyya, beliau menyuarakan pentingnya agar HKBP melaksanakan praktik konseling dan tes HIV sebelum pernikahan guna mencegah penularan virus kepada perempuan dan anak-anak. Praktik ini telah diterapkan dalam Agama Islam dan Katolik. Harapannya, rekomendasi dari rapat ini dapat disampaikan pada pertemuan Pendeta, sehingga program konseling dan tes HIV untuk calon pengantin dapat diimplementasikan di HKBP.
Pada acara ini, ada beberapa isu penting dibahas secara mendalam melalui berbagai sesi, antara lain:
Aturan Pemerintah untuk Penerapan Konseling dan Tes HIV Bagi Calon Pengantin
Ibu Diah dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menjelaskan pentingnya penerapan konseling dan tes HIV bagi calon pengantin. Dia juga membahas kasus HIV yang semakin meningkat di Sumatera Utara dan menjelaskan tindakan pencegahan yang perlu diambil. Ibu Diah juga menyoroti pentingnya edukasi tentang orientasi seksual yang benar.
Suara Komunitas ODHIV
Beberapa anggota komunitas ODHIV berbagi pengalaman mereka, termasuk bagaimana mereka tertular HIV dan dampaknya pada kehidupan mereka. Dua dari anggota komunitas yang hadir merupakan perempuan yang tertular HIV dari suaminya. Keduanya tidak melakukan konseling dan tes HIV sebelum menikah. Pada kesempatan ini mereka menceritakan kesulitan, penderitaan yang datang akibat mereka terlambat mengetahui status mereka. Tidak hanya mendapatkan gejala penyakit, suami mereka juga meninggal dan mereka menjadi janda di usia yang terbilang muda. Selain itu salah satunya harus menjadi orang tua tunggal bagi anaknya yang juga tertular HIV. Stigma dan diskriminasi lahir bersamaan dengan munculnya HIV dalam tubuh mereka. Tentu ini bukanlah perjalanan yang mudah. Hal inilah yang membuat mereka berani berdiri di tengah-tengah pemangku kepentingan gereja dan pemerintah agar edukasi HIV diberikan kepada generasi muda gereja dan perlunya konseling dan tes HIV bagi calon pengantin untuk mencegah kasus baru.
Dampak Signifikan dari Tidak Menerapkan Konseling dan Tes HIV
Diakones Adha Sianturi dari HKBP AIDS Ministry membahas dampak yang signifikan jika konseling dan tes HIV tidak diterapkan. Ia memaparkan sejumlah kasus kekerasan, stigma diskriminasi yang diterima oleh perempuan yang hidup dengan HIV karena sebelumnya tidak melangsungkan konseling dan tes HIV sebelum menikah. Perempuan sering disalahkan ketika ia diketahui lebih dulu tertular HIV sebelum suaminya, keluarga kerap mengingkari fakta bahwa suaminya melakukan perilaku berisiko sebelum dan dalam pernikahan. Tidak berhenti disana, lima puluh persen anak-anak mendapatkan kesulitan terhadap akses pendidikan dan kesehatan akibat statusnya sebagai anak yang hidup dengan HIV. Dalam pemaparannya ia mendesak dilaksankannya konseling dan tes HIV kepada calon pengantin.
Mencari Landasan Teologi dan Dogma HKBP untuk pelaksanaan Konseling dan tes HIV
Ketua Komisi Teologi HKBP, Pdt. Dr. Sukamto Limbong, membahas landasan teologi dalam pelaksanaan konseling dan pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin. Dia menyebutkan perlunya simposium teologi tentang HIV AIDS dan mendukung upaya edukasi tentang HIV di gereja.
Diskusi ini memunculkan berbagai pertanyaan dan usulan, termasuk pentingnya mengedukasi generasi muda gereja, menyampaikan isu ini melalui program tahunan HKBP, dan pelaksanaan konseling dan tes HIV melalui kerjasama gereja dan pemerintah. Para peserta juga mengusulkan agar isu ini dimasukkan dalam kurikulum sekolah minggu dan pelajaran naik sidi serta dikeluarkan oleh HKBP sebagai isu yang harus diperhatikan bersama.
FGD ini diakhiri dengan pembacaan rekomendasi, pemberian cendramata dari HAM, serta foto bersama. Semua peserta berharap bahwa hasil diskusi ini akan membantu menggerakkan gereja HKBP untuk segera memberlakukan konseling dan tes HIV sebagai syarat untuk dilakukan pemberkatan pernikahan. Adapun saran-saran dari peserta FGD:
Saran-saran dari peserta FGD:
Salah satu upaya pencegahan penularan HIV melalui pemeriksaan kesehatan sebelum perkawinan.
Isu HIV & AIDS masih dianggap tabu oleh masyarakat, sehingga untuk mengantisipasi boleh diganti menjadi isu kesehatan yang didalamnya akan membahas tentang pencegahan dan pengendalian HIV & AIDS.
Biro Pembinaan mewajibkan semua calon pelayan untuk melalui proses pelayanan Sosial/ Diakonia HKBP, sehingga setiap pelayan HKBP memiliki pemahaman yang mendalam terhadap isu-isu sosial tersebut.
Semua calon pelayan dan pelayan HKBP diwajibkan untuk cek HIV melalui masing-masing distrik, dengan tujuan kesehatan bukan untuk memunculkan stigma diskriminasi.
Pemerintah dan gereja harus bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan, sehingga kelak tidak akan lahir virus baru yang berasal dari lingkungan.
Perlu diadakan diskusi yang mendalam tentang teologi-teologi yang relevan terhadap isu HIV & AIDS.
Melalui komisi teologi HKBP segeralah buku panduan konseling pranikah kepada calon pengantin tersebut diterbitkan.
Jika ada kegiatan sosialisasi di Distrik VII Samosir, supaya teman-teman ODHIV boleh hadir untuk memberikan kesaksian bagi peserta sosialisasi.
Beberapa Distrik yang berada di sekitar Danau Toba sebagai Destinasi wisata dapat menjadi wadah membahas tentang panduan konseling dan tes HIV kepada catin, sehingga menjadi kuat menyuarakan ke HKBP secara hatopan.
Mendiskusikan program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS di setiap Distrik melalui KaBid Diakonia.
Edukasi pencegahan dan pengendalian HIV & AIDS dimasukkan menjadi bagian dari kurikulum pengajaran pelajar naik sidi dan pendidikan seks sejak dini kepada anak-anak sekolah minggu yang dimuat kedalam buku panduan. Hal ini dapat dilaksanakan kerjasama dengan Biro SMIRNA dan Pembinaan HKBP.
Diperlukan panduan konseling dan tes HIV yang dapat digunakan oleh pelayan dalam proses konseling catin. Sebagai gereja, kita harus bergerak sejalan dengan program pemerintah, agar tidak tertinggal dalam upaya pencegahan HIV.
Sebaiknya ada tulisan yang memuat isu HIV & AIDS, yang dapat dikeluarkan oleh HKBP, sehingga HKBP memiliki keprihatinan bersama bahwa HKBP AIDS Ministry adalah pelayanan yang fokus terhadap pelayanan HIV & AIDS.
Pencegahan HIV & AIDS , termasuk pencegahan melalui konseling dan tes HIV kepada catin ini dimasukkan di program tahunan HKBP.
Konseling kepada catin boleh dilakukan melalui virtual dan dapat dilakukan kerjasama gereja tempat wilayah mereka tinggal dengan gereja tempat mereka diberkati pernikahannya. Sehingga, 8 pertemuan konseling pranikah tersebut dapat tercapai.
Sebagai anugerah Allah, seksualitas, pernikahan, dan seks perlu disampaikan kepada remaja dan pemuda agar mereka memahami bahwa hubungan seksual seharusnya hanya terjadi dalam pernikahan yang kudus.
Gereja dihimbau untuk tidak melangsungkan pemberkatan pernikahan tanpa adanya surat keterangan bahwa calon pengantin telah menjalani pemeriksaan kesehatan.
Konseling HIV dan pengobatan adalah bagian dari layanan kesehatan dan dukungan yang disediakan gratis oleh pemerintah.
Syarat pernikahan yang harus dipenuhi dalam gereja melibatkan ketentuan seperti tidak adanya unsur paksaan, pemenuhan usia yang sesuai, dan ketiadaan hubungan saudara kandung. Proses pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin mungkin memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, adalah tanggung jawab gereja untuk mengadvokasi peraturan pemerintah terkait program ini. Dengan demikian, gereja akan lebih terbuka untuk mengakui serta mematuhi aturan tersebut.
Penyimpangan terhadap seksual pranikah, perlu diperluas jabarannya di tengah-tengah gereja, sehingga perlu dilakukan diskusi lebih lanjut yang difasilitasi oleh HKBP AIDS Ministry.
Pemerintah menyediakan layanan konseling dan tes HIV secara sukarela kepada calon pengantin, dan surat keterangan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan akan diberikan oleh penyedia layanan kesehatan untuk kemudian diserahkan kepada gereja. Konseling HIV merupakan komponen yang harus diikuti, tetapi tes darah HIV bersifat opsional dan dapat dipilih oleh calon pengantin sesuai calon pengantin.
HKBP menghimbau jemaat untuk mengikuti aturan pemerintah bagi catin untuk melaksanakan konseling dan tes HIV sebelum menikah
Berikut adalah ini merupakan rekomendasi tersebut:
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang tentang Penanggulangan HIV & AIDS serta IMS, yang dimuat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 23 Tahun 2022, untuk menurunkan hingga meniadakan infeksi baru HIV dan IMS; menurunkan hingga meniadakan kecacatan dan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS dan IMS; menghilangkan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV dan IMS; meningkatkan derajat kesehatan orang yang terinfeksi HIV dan IMS; dan mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV, AIDS, dan IMS pada individu, keluarga dan masyarakat. Pemerintah Sumatera Utara juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah No. 3 tahun 2022, bagian kedua tentang calon pengantin pasal 33 ayat 1-3: 1) Tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan dinas wajib memberikan konseling dan tes HIV bagi calon pengantin; 2) Pasangan calon pengantin dapat melakukan tes HIV pada tenaga kesehatan atau fasilitas layanan kesehatan sebagaimana telah ditetapkan pada ayat satu; 3) Penyediaan dan pembiayaan tes HIV sebagaimana dimaksud pada ayat satu dan dua dibebankan kepada provinsi.
Melalui FGD ini, HKBP mendukung program pemerintah dengan menerapkan konseling dan tes HIV kepada calon pengantin. Maka HKBP sebagai gereja perlu menerapkan cek kesehatan menjadi syarat bagi pasangan calon pengantin untuk melanjutkan pemberkatan pernikahan. Layanan kesehatan setempat menyediakan layanan konseling HIV, tes darah HIV, hasil tes HIV dan Pengobatan, kemudian mengeluarkan surat keterangan bahwa calon pengantin telah cek kesehatan yang akan dibawa ke gereja untuk melanjutkan cek pranikah di gereja. Hal ini bertujuan untuk mencapai Ending AIDS 2030, khususnya nol infeksi HIV baru kepada pasangan suami istri dan bayi.
Hasil rumusan FGD ini dibacakan oleh HKBP AIDS Ministry di akhir FGD yang diikuti sebanyak 31 orang peserta. Kegiatan ini diakhiri dengan doa dan foto bersama. (APS_HAM)